Latest Games :
Home » » Makalah Feminis

Makalah Feminis

Minggu, 25 November 2012 | 0 komentar


MEMAKNAI DISKRIMINASI TOKOH UTAMA YANG BERNAMA MONA
DALAM CERPEN PEREMPUAN PENGAMBIL HATI
KUMPULAN CERPEN PEREMPUAN BERCAHAYA KARYA RINA RATIH
KAJIAN FEMINISME

logo_uad[1].gif

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kritik Sastra Mahasiswa Semester Lima Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia.

Oleh:
Rachma Nurjanah
09003056

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
YOGYAKARTA
2011



KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum w. w.
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya kepada kita semua sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Makalah ini tersusun dengan judul “Memaknai Diskriminasi Tokoh Utama Perempuan Pengambil Hati dalam Kumpulan Cerpen Perempuan Bercahaya Karya Rina Ratih Kajian Feminisme”. Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas semester ganjil mata kuliah kritik sastra pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Ahmad Dahlan serta sebagai media untuk mengimpletasikan apa yang penulis peroleh selama di bangku kuliah.
Meskipun makalah ini disusun dengan segala kemampuan yang ada, namun demikian penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dan masih jauh dari sempurna. Hal ini disebabkan karena kemampuan dan terbatasnya pengetahuan dari penulis, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan penulis dari semua pihak demi kebaikan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini, tidak akan dapat terselesaikan tanpa adanya bantuan dan pengarahan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Disamping itu penulis juga menyampaikan terima kasih kepada bapak dan ibu yang telah memberikan dukungan serta motifasinya.
Semoga Allah swt., senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta memberikan balasan amal baik yang telah mereka berikan dan kita selalu dalam lindungan-Nya.
Semoga penyusuanan makalah yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan, terima kasih. Amin.
Wassalamu’alaikum w. w.
Yogyakarta, 12 Desember 2011
Penyusun



Yahoo! Mail
Updates occur every 1440 minutes.
Daftar isi
Kata Pengantar
Daftar Isi
A.    Latar Belakang Masalah
B.     Pembatasan Masalah
C.     Rumusan Masalah
D.    Tujuan Penelitian
E.     Landasan Teori
F.      Pembahasan
KESIMPULAN
Daftar Pustaka
A.    Latar Belakang Masalah
Karya sastra merupakan rekonstrusi yang harus dipahami dengan memanfaatkan mediasi. Karya sastra membangun dunia melalui energi kata-kata. Melalui kualitas hubungan paradigmatik, sistem tanda dan sistem simbol, kata-kata menunjuk sesuatu yang lain di luar dirinya. Bahasa mengikat keseluruhan aspek kehidupan, untuk kemudian disajikan dengan cara yang khas dan unik agar peristiwa yang sesungguhnya dipahami secara lebih bermakna. Lebih intens, dan dengan sendirinya lebih luas dan lebih mendalam (Ratna, 2005 : 16)
Cerpen merupak salah satu bentuk dari ekspresi karya sastra yang mampu membangkitkan perasaan, merangsang imajinasi dan memberi pandangan lain terhadap kehidupan di masyarakat. Karya sastra senantiasa menarik untuk dikaji, terlebih lagi cerpen. Cerpen adalah kepanjangan dari cerita pendek. Untuk mengetahui isinya, pembaca tidak perlu membutuhkan waktu yang lama karenan isi dan alur atau konflik dalam cerpen cukup sederhana. Kesederhanaan cerpen menjadikan ketertarikan sendiri pada pembaca. Namun, apakah hanya sebatas tertarik dan senang pada isi cerpen saja?
Kesenangan yang diperoleh melalui pembacaan karya sastra bukanlah kesenangan ragawi, melainkan kesenangan yang ebih tinggi, yaitu kesenangan kontemplasi yang tidak mencari keuntungan. Sedangkan manfaatnya adalah keseriusan yang menyenangkan, keseriusan estetis, dan keseriusan persepsi. Selain itu sastra juga memiliki fungsi katarsis, yaitu membebaskan pembaca dan penulisnya dari tekanan emosi. Mengekspresikan emosi berarti melepaskan diri dari emosi itu, sehingga terciptalah rasa lepas dan ketenangan pikiran (Welleck & Warren, 1990 : 34-35). Jadi, sastra berfungsi untuk meningkatkan kehidupan. Fungsi yang sama juga diemban oleh kebudayaan.
Yang dimaksud dengan kebudayaan menurut Marvin Haris adalah seluruh aspek kehidupan manusia dalam masyarakat, yang diperoleh dengan cara belajar, termasuk pikiran dan tingkah laku (Ratna, 2005 : 5).
Dari definisi tersebut terlihat bahwa kebudayaan mengkaji aktivitas manusia, sebuah wilayah kajian yang juga dimiliki oleh sastra. Karya sastra dibangun atas dasar rekaan, dienergisasikan oleh imajinasi, sehingga dapat mengevokasikan kenyataan-kenyataan, sedangkan kebudayaan memberi isi, sehingga kenyataan yang ada dalam karya sastra dapat dipahami secara komprehensif. Makna suatu karya sastra dapat berubah-ubah tergantung pada pembacanya. Setiap pembaca dapat memberikan penafsiran yang berbeda-beda. Di sinilah letaknya kekayaan makna suatu karya sastra. Karya sastrapun dikatakan bersifat terbuka, karena tema, latar, tokoh, plot, dan keseluruhan penafsiran merupakan sistem yang terbuka, berubah sesuai dengan situasi dan kondisi pembaca. Setiap aktivitas pemahaman melahirkan makna yang baru sebab tidak ada wacana yang pertama maupun terkahir, setiap wacana merayakan kelahirannya (Ratna, 2005 : 145).
“Perempuan Pengambil Hati” merupakan salah satu dari kumpulan cerpen karya Rina Ratih Sri Sudaryani, terbitan Masyarakat Poetika Indonesia dan Pustaka Pelajar pada tahun 2011. Diawali dengan pengantar berjudul “Perempuan Substansial Rina Ratih” oleh Aprinus Salam, kumpulan cerpen ini terbangun oleh enam cerpen: masing-masing berjudul “Perempuan Bercahaya”, “Perempuan Kedua”, “Perempuan Pengambil Hati”, “Perempuan Pemuja Ketampanan”, “Malaikat Penjaga Perempuan”, dan “Perempuan Itu Bernama Evie”.
Pengantar kumpulan cerpen Perempuan Bercahaya ini secara garis besar menyinopsiskan cerita keenamcerpen. Keenam cerpen bermasalah pada seputar lelaki berstatus suami yang beristri, berpacar gelap, dan atau berselingkuh. Dalam pemaknaan lebih lanjut, kumpulan cerpen ini dapat dimaknai dari berbagai pendekatan. Pendekatan yang penulis pilih untuk memaknai cerpen tersebut adalah kritik sastra feminis karena lewat tetanda, cerpenis mendominasi cerpen keperempuanan.

B.       Pembatasan Masalah
Mengingat kompleksitas permasalahan yang ada dalam kritik sastra feminis, maka makalah ini dibatasi pada diskriminasi tokoh utama dan cara tokoh utama mengatasi permasalah dalam cerpen “Perempuan Pengambil Hati” kumpulan cerpen Perempuan Bercahaya karya Rina Ratih .

C.      Rumusan Masalah
Dari latar belakang dan pembatasan masalah, dapat dirumuskan masalahnya. Rumusan masalah dalam makalah ini mengenai bagaimanakah diskriminasi tokoh utama dan cara tokoh utama mengatasi masalah dalam cerpen “Perempuan Pengambil Hati”, kumpulan cerpen Perempuan Bercahaya karya Rina Ratih .




D.      Tujuan Penelitian
Pembaca dapat mengetahui diskriminasi tokoh utama dan cara tokoh utama mengatasi masalah dalam cerpen “Perempuan Pengambil Hati”, kumpulan cerpen Perempuan Bercahaya karya Rina Ratih .



E.     Landasan Teori
Cerita pendek (cerpen) adalah salah satu genre sastra di samping puisi dan novel. Dilihat dari segi pertumbuhan (produktivitas) dan perkembangannya, secara umum karya-karya sastra Indonesia memperlihatkan fenomena yang sangat luar biasa. Banyak muncul karya-karya yang menawarkan kemungkinan baru baik dari segi eksplorasi bahasa, penjelajahan tema dan keberanian bereksperimentasi, serta tumbuhnya sastrawan-sastrawan muda potensial yang penuh wawasan estetik dan gagasan kreatif. Ditinjau dari banyaknya gagasan yang ingin disampaikan, cerpen merupakan bentuk yang paling ringkas karena hanya terdiri dari satu gagasan utama saja. Kalaupun menceritakan beberapa tahap kehidupan yang dialami sang tokoh, maka hal itu biasanya dikemukakan secara singkat sebagai latar belakang terjadinya konflik cerita. Cerpen merupakan susunan kalimat-kalimat yang merupakan cerita yang mempunyai bagian awal, tengah, dan akhir. Setiap cerpen mempunyai tema, yaitu inti cerita atau gagasan yang ingin disampaikan pengarang. Ruang lingkupnya kecil dan ceritanya berpusat pada satu tokoh atau satu masalah (Nurgiyantoro dalam Enggar, 2007: 17).
Teori sastra feminis, yaitu teori yang berhubungan dengan gerakan perempuan,adalah salah satu aliran yang banyak memberikan sumbangan dalam perkembangan studi kultural. Sastra feminis berakar dari pemahaman mengenai inferioritas perempuan. Konsep kunci feminis adalah kesetaraan antara martabat perempuan dan laki-laki. Teori feminis muncul seiring dengan bangkitnya kesadaran bahwa sebagai manusia, perempuan juga selayaknya memiliki hak-hak yang sama dengan laki-laki.
John Stuart Mill dan Harriet Taylor menyatakan bahwa untuk memaksimalkan kegunaan yang total (kebahagiaan/ kenikmatan) adalah dengan membiarkan setiap individu mengejar apa yang mereka inginkan, selama mereka tidak saling membatasi atau menghalangi di dalam proses pencapaian tersebut. Mill dan Taylor yakin bahwa jika masyarakat ingin mencapai kesetaraan seksual atau keadilan gender, maka masyarakat harus memberi perempuan hak politik dan kesempatan, serta pendidikan yang sama dengan yang dinikmati oleh laki-laki (Tong dalam Enggar, 1998 : 23).
Teori feminism menfokuskan diri pada pentingnya kesadaran mengenai persamaan hak antara perempuan dan laki-laki dalam semua bidang. Teori ini berkembang sebagai reaksi dari fakta yang terjadi di masyarakat, yaitu adanya konflik kelas, konflik ras, dan, terutama, karena adanya konflik gender. Feminisme mencoba untuk mendekonstruksi sistem yang menimbulkan kelompok yang mendominasi dan didominasi, serta sistem hegemoni di mana kelompok subordinat terpaksa harus menerima nilai-nilai yang ditetapkan oleh kelompok yang berkuasa. Feminisme mencoba untuk menghilangkan pertentangan antara kelompok yang lemah dengan kelompok yang dianggap lebih kuat. Lebih jauh lagi, feminisme menolak ketidakadilan sebagai akibat masyarakat patriarki, menolak sejarah dan filsafat sebagai disiplin yang berpusat pada laki-laki (Ratna, 2005 : 186).
Betty Friedan menyatakan menentang diskriminasi seks di segala bidang kehidupan : sosial, politik, ekonomi, dan personal. Sebagai seorang feminis liberal, Friedan ingin membebaskan perempuan dari peran gender yang opresif, yaitu peranperan yang digunakan sebagai alasan atau pembenaran untuk memberikan tempat yang lebih rendah, atau tidak memberikan tempat sama sekali, bagi perempuan, baik di dalam akademi, forum, maupun pasar (Tong dalam Enggar, 1998 : 49).
Teori feminisme memperlihatkan dua perbedaan mendasar dalam melihat perempuan dan laki-laki. Ungkapan male-female yang memperlihatkan aspek perbedaan biologis sebagai hakikat alamiah, kodrati. Sedangkan ungkapan masculinefeminine merupakan aspek perbedaan psikologis dan kultural (Ratna, 2005 : 184).
Kaum feminis radikal-kultural menyatakan bahwa perbedaan seks/gender mengalir bukan semata-mata dari biologi, melainkan juga dari sosialisasi atau sejarah keseluruhan menjadi perempuan di dalam masyarakat yang patriarkal (Tong dalam Enggar, 1998 :71).
Simon de Beauvoir menyatakan bahwa dalam masyarakat patriarkal, perempuan ditempatkan sebagai yang Lain atau Liyan, sebagai manusia kelas dua (deuxième sexe) yang lebih rendah menurut kodratnya (Selden dalam Enggar, 1985 : 137).
Masyarakat patriarkal menggunakan fakta tertentu mengenai fisiologi perempuan dan laki-laki sebagai dasar untuk membangun serangkaian identitas dan perilaku maskulin dan feminin yang diberlakukan untuk memberdayakan laki-laki di satu sisi dan melemahkan perempuan di sisi lain. Masyarakat patriarkal menyakinkan dirinya sendiri bahwa konstruksi budaya adalah “alamiah” dan karena itu “normalitas” seseorang tergantung pada kemampuannya untuk menunjukkan identitas dan perilaku gender.
Masyarakat patriarkal menggunakan peran gender yang kaku untuk memastikan perempuan tetap pasif (penuh kasih sayang, penurut, tanggap terhadap simpati dan persetujuan, ceria, baik, ramah) dan laki-laki tetap aktif (kuat, agresif, penuh rasa ingin tahu, ambisius, penuh rencana, bertanggung jawab, orisinil, kompetitif) (Tong dalam Enggar, 1998 :72-73).
Sementara menurut Millet, ideologi patriarkal dalam akademi, insitusi keagamaan, dan keluarga membenarkan dan menegaskan subordinasi perempuan terhadap laki-laki yang berakibat bagi kebanyakan perempuan untuk menginternalisasi diri terhadap laki-laki. Jadi dapat disimpulkan bahwa menjadi perempuan disebabkan oleh nilai-nilai kutural dan bukan oleh hakiaktnya, oleh karena itu, gerakan dan teori feminism berjuang agar nilai-nilai kultural yang menempatkan perempuan sebagai Liyan, sebagai kelompok “yang lain”, yang termajinalkan dapat digantikan dengan keseimbangan yang dinamis antara perempuan dan laki-laki.
Pembicaraan perempuan dari segi teori feminis akan melibatkan masalah gender, yaitu bagaimana perempuan tersubordinasi secara kultural. Analisis feminis akan mempermasalahkan perempuan dalam hubungannya dengan tuntutan persamaan hak, dengan kata lain tuntutan emansipasi. Feminisme selain merupakan gerakan kebudayaan, politik, sosial, dan ekonomi, juga merupakan salah satu teori sastra, yaitu sastra feminis. Teori sastra feminis melihat bagaimana nilai-nilai budaya yang dianut suatu masyarakat, suatu kebudayaan, yang menempatkan perempuan pada kedudukan tertentu serta melihat bagaimana nilai-nilai tersebut mempengaruhi hubungan antara perempuan dan laki-laki dalam tingkatan psikologis dan budaya.
Teori feminis radikal  berkembang pesat di Amerika Serikat pada kurun waktu 1960-an dan 1970-an. Meskipun teori ini hampir sama dengan teori feminisme Marxis-sosialis, teori ini lebih memfokuskan serangannya pada keberadaan institusi keluarga dan sistem patriarki. Keluarga dianggapnya sebagai institusi yang melegitimasi dominasi laki-laki (patriarki), sehingga perempuan tertindas. Feminisme ini cenderung membenci laki-laki sebagai individu dan mengajak perempuan untuk mandiri, bahkan tanpa perlu keberadaan laki-laki dalam kehidupan perempuan. (Ratna Megawangi, 1999: 226).



F.       Pembahasan
Kumpulan cerpen Perempuan Bercahaya karya Rina Ratih merupakan pemaknaan dari sebuah ekspresi pengalaman hidup dunia fiksi para perempuan yang tersakiti karena ketidak beruntungan mendapatkan cinta utuh pada dirinya.
Cerpen “Perempuan Pengambil Hati” yang diambil dari kumpulan cerpen Perempuan Bercahaya karya Rina Ratih menceritakan tentang  Mona, seorang istri yang ditinggalkan suaminya kemudian hendak membalas dendam kepada Yati yang pada mulanya dihadirkan sebagai tokoh penggoda sehingga suami Mona berhasrat menikahinya.
Memaknai diskriminasi tokoh utama dan cara tokoh utama mengatasi permasalah dalam cerpen “Perempuan Pengambil Hati” kumpulan cerpen Perempuan Bercahaya karya Rina Ratih dapat dilihat dalam  kutipan cerpen.
      
      



Diskriminasi tokoh utama pada kutipan cerpen:

“Sudah sembilan tahun kucari  keberadaan perempuan yang telah merebut hati suamiku ini. Kini, aku harus beracting karena perempuan itu berdiri satu meter di hadapanku.” .........” Ia segera duduk. Aku menelan ludah, emosiku mulai naik membayangkan anak-anakku yang kehilangan ayahnya karena perempuan ini”. (hal. 18)

“Perempuan itu menatapku. Aku membalas menatapnya. Dalam hati aku berbisik, akulah perempuan yang telah kau sakiti. Perempuan yang harus banting tulang menghidupi dua anak.” (hal. 18)

“Tiba-tiba darahku bergolak panas, jantungku berdebar cepat, tanganku bergetar memegang foto itu. Kulihat Mas Yusuf tersenyum bahagia dengan istri dan anaknya. Sementara anak-anak yang kulahirkan disia-siakan.” (hal. 20)

“Engkau tidak tahu Mas, bagaimana Dimas kecil menggigil sendirian di sudut sekolah, ketika aku telat menjemputnya! Engkau tidak tahu bagaimana Dini mogok sekolah karena diejek anak tanpa ayah!”

“Tanganku masih memegang foto keluarga itu. Teringat Dimas dan Dini di rumah. Dino mogok sekolah karena diejek tanpa ayah! Engkau tidak tahu ketika Dimas sakit dan mengigau menyebut namamu! Engkau sudah pergi sembilan tahun! Meninggalkanku dan anak-anak tanpa alasan. Mungkin engkau bosan hidup miskin, tapi kepergianmu justru membuatku tegar.”hal. 21)

      

            Dapat dilihat dalam beberapa kutipan di atas, adanya diskriminasi sosial dan ekonomi pada tokoh utama. Tokoh utama memiliki keinginan membalas dendam karena suaminya telah direbut oleh wanita lain dan meninggalkan keluarganya selama sembilan tahun, menelantarkan anak-anaknya dengan tanpa alasan yang diperkirakan atas latar belakang kemiskinan. Dasar penguatan diskriminasi terdapat dalam potongan kalimat yang dicetak tebal. Perempuan atau tokoh utama di dalam cerpen ini dicela oleh masyarakat karena kehilangan suami tanpa sebab. Ia juga mendapatkan diskriminasi sosial ketika anak-anaknya diejek tanpa ayah. Ia merasa terpukul akibat diskriminasi ekonomi yang diperkirakan suaminya pergi karena ekonomi keluarga yang tidak baik.

Cara tokoh utama dalam mengatasi masalahnya:
“Air mata perempuan itu adalah kesedihan dan ketidak bahagiaan hidup dengan Mas Yusuf. Kenapa aku ingin merebutnya? Bukankah perempuan ini juga tidak bahagia dengnnya? Tidak layak memperebutkan laki-laki seperti Mas Yusuf. Tidak perlu kupertaruhkan nama baik dan jabatan yang aku miliki sekarang ini dengan perempuan lemah yang sedang menderita. Bodoh jika aku mengharapkan laki-laki seperti Mas Yusuf kembali jadi suami dan ayah anak-anakku. Aku yakin, dia tidak akan membuat hidupku lebih bahagia dari sekarang. Lebih bodoh lagi jika aku mempertaruhkan kemandirian anak-anakku sekarang dengan laki-laki yang telah meninggalkan mereka sembilan tahun tanpa kabar.” (hal. 23-24)

“ Kami berjabat tangan. “Saya, Mona, istri pertama Mas Yusuf. Sampaikan salamku, kabarkan Dimas, anak pertama kami, sudah masuk SMA, dan Dini, adiknya sekarang sudah kelas dua SMP,” aku menarik nafas.” (hal. 24)

“Sampaikan juga pada Mas Yusuf, aku dan anak-anak baik-baik saja. Biarkan kelak mereka yang akan mencari bapaknya!”  (hal. 24)

       “aku berhasil mengucapkan kalimat demi kalimat tanpa menjatuhkan air mata. Rasanya terlalu mahal air mataku jatuh untuk perempuan perebut hati ini. Rasanya juga tidak terlalu pantas air mata dijatuhkan untuk mengingat laki-laki yang tidak setia dan tidak bertanggung jawab.” (hal. 24)

            Tokoh utama mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya dengan bijaksana dan cukup tegar. Ia tidak jadi memukul atau meminta suaminya kembali dengan melihat kondisi keluarganya yang kurang bahagia akubat si suami sakit dan ekonomi keluarga memburuk. Tokoh utama sekedar mengatakan hal ang sebenarnya terjadi kemudian pergi untuk kembali pulang. Tokoh utama berpikir bijak ketika masalah itu sudah menjadi masalalunya dan lebih memilih mempersiapkan masa depan anak-anaknya tanpa lagi memikirkan lelaki yang sudah menghianati hidupnya.



KESIMPULAN

            Diskriminasi atau ketidak adilan yang menimpa tokoh utama adalah diskriminasi sosial dan ekonomi. bukti diskriminasi terdapat dalam kutipan cerpen berikut:
Engkau sudah pergi sembilan tahun! Meninggalkanku dan anak-anak tanpa alasan. Mungkin engkau bosan hidup miskin, tapi kepergianmu justru membuatku tegar.”hal. 21)

Berikut ini adalah salah satu diskriminasi ekonomi, sedangkan diskriminasi sosial adalah ketika orang-orang mencemooh ia tidak punya suami dan anak-anaknya di caci tidak punya ayah yang semakin menambah rasa sakit hatinya.

            Cara Mona (tokoh utama) mengatasi masalah adalah dengan membuktikan bahwa dirinya sekarang dapat hidup lebih baik lagi dan mengurungkan niat balas dendamnya karena kehidupan keluarga suami yang telah menghianatinya lebih buruk dari yang dibayangkan. Terbukti dalam kutipan cerpen:
“ Air mata perempuan itu adalah kesedihan dan ketidak bahagiaan hidup dengan Mas Yusuf. Kenapa aku ingin merebutnya? Bukankah perempuan ini juga tidak bahagia dengnnya? Tidak layak memperebutkan laki-laki seperti Mas Yusuf. Tidak perlu kupertaruhkan nama baik dan jabatan yang aku miliki sekarang ini dengan perempuan lemah yang sedang menderita. Bodoh jika aku mengharapkan laki-laki seperti Mas Yusuf kembali jadi suami dan ayah anak-anakku. Aku yakin, dia tidak akan membuat hidupku lebih bahagia dari sekarang. Lebih bodoh lagi jika aku mempertaruhkan kemandirian anak-anakku sekarang dengan laki-laki yang telah meninggalkan mereka sembilan tahun tanpa kabar.” (hal. 23-24)




Daftar Pustaka

Fitriannie, Enggar. 2009. Konflik Batin Tokoh Utama dalam Cerpen Sri Sumarah Karya Umar Kayam: Tinjauan Psikologi Sastra. Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Megawangi, Ratna (1999). Membiarkan Berbeda: Sudut Pandang Baru tentang
Relasi Gender. Bandung: Mizan. Cet. I.
Ratih, Rina. 2011. Perempuan Bercahaya. Yogyakarta: Masyarakat Poetika Indonesia dan Pustaka Pelajar.
Ratna, Nyoman Khuta. 2005. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Wellek, Rene & Austin Warren. 1990. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.

Share this article :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Rachma Nurjanah - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger