ANALISIS
STRUKTURAL SEMIOTIK KONSEP DAKWAH ISLAMISME KAITANNYA DENGAN KEWAJIBAN SASTRAWAN SEBAGAI KHALIFAH ALLAH DALAM
SAJAK TUHAN TELAH MENEGURMU KARYA APIP MUSTOPA
Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Puisi Satu Mahasiswa Semester Tiga Universitas
Ahmad Dahlan
Oleh:
Rachma Nurjanah
09003056/ A
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
YOGYAKARTA
2011
KATA
PENGANTAR
Assalamu
’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Dengan
memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat serta hidayah-Nya kepada kita semua sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini. Makalah ini tersusun dengan judul “ KONSEP
DAKWAH ISLAMISME DALAM SAJAK TUHAN TELAH MENEGURMU KARYA APIP MUSTOPA”
. Penulisan
makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas semester ganjil mata kuliah puisi
satu pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia Universitas Ahmad Dahlan serta sebagai media untuk mengimplementasikan
apa yang penulis peroleh selama di bangku kuliah.
Meskipun
makalah ini disusun dengan segala kemampuan yang ada, namun demikian penulis
menyadari bahwa banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Hal ini
disebabkan karena kemampuan dan terbatasnya pengetahuan dari penulis, oleh
karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan penulis
dari semua pihak demi kebaikan makalah ini.
Semoga
penyusuanan makalah yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang
berkepentingan, terima kasih. Amin.
Wassalamu
’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Yogyakarta, 29 Januari 2011
Penulis
Daftar isi
Kata
Pengantar
Daftar Isi
A. Latar
Belakang Masalah
B. Rumusan
Masalah
C. Tujuan
Penelitian
D. Teori dan Metode
E. Pembahasan
KESIMPULAN
DAFTAR PustakA
A.
Latar Belakang Masalah
Puisi
adalah salah satu bentuk kesusastraan yang mengungkapkan pikiran dan perasan
penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengkonsentrasikan semua kekuatan
bahasa yakni dengan mengkonsentrasikan struktur fisik dan struktur batinnya. (Herman
J. Waluyo1987:29). Hakekat
puisi tidak terletak pada bentuk formalnya meskipun bentuk formalnya itu
penting. Hakekat puisi adalah apa yang menyebabkan puisi itu disebut puisi. Diungkapkan oleh Abdul Wachid pada aspek puisi dekade
1980-an menyuarakan kegelisahan kultural dengn berpijak pada religiositas,
demikian menjadi salah satu ciri puisi Apip Mustopa yang cenderung menggunakan
nuansa kultural untuk mewarnai penyampaian religiusitas.
Puisi Apip juga masuk dalam kategori
puisi modern, tidak terikat pada bentuk formal.
Apip
Mustopa lahir 23 April 1938 di Limbangan, Garut,
Jawa Barat. Pendidikannya: tamat SMA kemudian masuk pendidikan PTT (Pos
Telegraf Telepon- kini Perum Telekomunikasi). Setelah selesai, dia bekerja
antara lain di Bali, Flores, Kalimantan, Irian Jaya, terakhir di Kantor Telegraf Jakarta. Di tempat yang
selalu berpindah-pindah itu iapun membantu
kegiatan sastra setempat, antara lain di studio RRI Denpasar
(1959-1962), di Irian Jaya iapun menjadi pengasuh ruang sastra dan budaya di
studio RRI Manokwari (1969-1970). Apip menulis dalam bahasa Indonesia dan Sunda
berupa puisi dan roman.
Dalam surat An Nur ayat 55,
Allah menjanjikan akan mengangkat Manusia menjadi Khalifah-Nya di atas
bumi dengan ketentuan bahwa mereka harus beriman dan beramal saleh. Menurut ahli-ahli
tafsir, yang dimaksud dengan “Manusia” yaitu manusia sebagai pribadi, manusia
sebagai golongan (suku, kelompok dan bangsa) maupun manusia sebagai
bangsa-bangsa. Para sastrawan sebagai kelompok manusia, juga akan diangkat menjadi Khalifah Allah , kalau mereka
memenuhi syarat keimanan dan syarat keamalsalehan.
Identifikasi
(KBB, offline versi 1.1 freeware © 2010 by Ebta Setiawan) dakwah adalah
penyiaran, propaganda, penyiaran agama dan pengembangannya di kalangan
masyarakat, seruan untuk memeluk, mempelajari, dan mengamalkan ajaran agama. Pengertian
dakwah bagi kalangan awam disalahartikan dengan pengertian yang sempit terbatas
pada ceramah, khutbah atau pengajian saja. Pengertian dakwah bisa kita lihat
dari segi bahasa dan istilah.
Dari segi Etimologis, kata dakwah adalah
derivasi dari bahasa Arab “Da’wah”. Kata kerjanya da’aa yang berarti memanggil,
mengundang atau mengajak. Ism fa’ilnya (red. pelaku) adalah da’I yang berarti
pendakwah. Di dalam kamus al-Munjid fi al-Lughoh wa al-a’lam disebutkan makna
da’I sebagai orang yang memangggil (mengajak) manusia kepada agamanya atau
mazhabnya . Merujuk pada Ahmad Warson Munawir dalam Ilmu Dakwah karangan Moh.
Ali Aziz (2009:6), kata da’a mempunyai beberapa makna antara lain memanggil,
mengundang, minta tolong, meminta, memohon, menamakan, menyuruh datang,
mendorong, menyebabkan, mendatangkan, mendoakan, menangisi dan meratapi. Dalam
Al-Quran kata dakwah ditemukan tidak kurang dari 198 kali dengan makna yang
berbeda-beda setidaknya ada 10 macam yaitu: Mengajak dan menyeru, berdo’a,
mendakwa
(red. Menuduh), mengadu,
memanggil,
meminta,
mengundang,
malaikat
Israfil, gelar,
anak
angkat.
Dari segi terminologis, definisi
dakwah dari literature yang ditulis oleh pakar-pakar dakwah antara lain adalah: dakwah adalah
perintah mengadakan seruan kepada sesama manusia untuk kembali dan hidup
sepanjang ajaran Allah yang benar dengan penuh kebijaksanaan dan nasihat yang
baik (Aboebakar
Atjeh, 1971:6). Dakwah
adalah menyeru manusia kepada kebajikan dan petunjuk serta menyuruh kepada
kebajikan dan melarang kemungkaran agar mendapat kebahagiaan dunia dan akhirat
(Syekh Muhammad Al-Khadir Husain). Dakwah
adalah menyampaikan dan mengajarkan agama Islam kepada seluruh manusia dan
mempraktikkannya dalam kehidupan nyata (M. Abul Fath al-Bayanuni). Dakwah
adalah suatu aktifitas yang mendorong manusia memeluk agama Islam melalui cara
yang bijaksana, dengan materi ajaran Islam, agar mereka mendapatkan
kesejahteraan kini (dunia) dan kebahagiaan nanti (akhirat) (A. Masykur Amin). Dari defenisi
para ahli tersebut maka bisa kita
simpulkan bahwa dakwah adalah kegiatan atau usaha memanggil orang muslim mau
pun non-muslim, dengan cara bijaksana, kepada Islam sebagai jalan yang benar,
melalui penyampaian ajaran Islam untuk dipraktekkan dalam kehidupan nyata agar
bisa hidup damai di dunia dan bahagia di akhirat. Singkatnya, dakwah, seperti
yang ditulis Abdul Karim Zaidan, adalah mengajak kepada agama Allah, yaitu
Islam. Setelah
kita ketahui makna dakwah secara etimologis dan terminologis maka kita akan
dapatkan semua makna dakwah tersebut membawa misi persuasive bukan represif,
karena sifatnya hanyalah panggilan dan seruan bukan paksaan. Hal ini
bersesuaian dengan firman Allah (ayat la ikraha fiddin) bahwa tidak ada paksaan
dalam agama. Maka penyebaran Islam dengan pedang atau pun terror tidaklah bisa
dikatakan sesusai dengan misi dakwah.
Studi
sastra bersifat semiotik merupakan usaha untuk menganalisis karya sastra, di
sini sajak khususnya, sebagai suatu sistem tanda-tanda dan menentukan konvensi-konvensi
apa yang memungkinkan karya sastra mempunyai makna. Dengan melihat
variasi-variasi di dalam struktur sajak atau hubungan dalam (internal) antara
unsur-unsurnya akan dihasilkan bermacam-macam makna.
Semiotik
seperti yang diungkapkan oleh Rachmat Djoko Pradopo yaitu bahwa bahasa sebagai
medium karya sastra sudah merupakan sistem semiotik atau ketandaan,yaitu sistem
ketandaan yang mempunyai arti. Medium karya sastra bukanlah bahan yang bebas
(netral) seperti bunyi pada seni musik ataupun warna pada lukisan. Warna cat
sebelum digunakan dalam lukisan masih bersifat netral, belum mempunyai arti
apa-apa sedangkan kata-kata (bahasa) sebelum dipergunakan dalam karya sastra
sudah merupakan lambang yang mempunyai arti yang ditentukan oleh perjanjian masyarakat
(bahasa) atau ditentukan oleh konvensi-konvensi masyarakat. Lambang-lambang
atau tanda-tanda kebahasaan itu berupa satuan-satuan bunyi yang mempunyai arti
oleh konvensi masyarakat. Bahasa itu merupakan sistem ketandaan yang
berdasarkan atau ditentukan oleh konvensi (perjanjian) masyarakat. Sistem
ketandaan itu disebut dengan semiotik. Begitu pula ilmu yang mempelajari sistem
tanda-tanda itu disebut semiotika.
Sedangkan
struktural dalam sajak atau karya sasatra yang menganggap bahwa sebuah karya
sastra adalah sebuah struktur. Struktur di sini dalam arti bahwa karya sastra
itu merupakan susunan unsur-unsur yang bersistem,yang di antara unsur-unsurnya
terjadi hubungan yang timbal balik,saling menentukan. Jadi, kesatuan
unsur-unsur dalam sastra bukan hanya berupa kumpulan-kumpulan atau tumpukan
hal-hal atau benda-benda yang berdiri sendiri-sendiri,melainkan hal-hal itu
saling berkaitan,saling terikat,dan saling bergantung (2009:118).
Dalam
makalah ini, penulis tertarik pada sajak “ Tuhan Telah Menegurmu” dalam puisi
Apip Mustopa Tonggak 2-Antologi Puisi Indonesia Modern yang akan dianalisis
secara struktural semiotic. Ketertarikan penulis dalam pemilihan konsep ini
adalah kesederhanaan tutur bahasa di dalam puisi yang mudah dipahami pembaca namun
dalam penyampaian maknanya mendalam sebagai dakwah islamisme. Demikian menjadi
tolak ukur seberapa kuatkah eksistensi penyampaian ajaran islam dari sajak “
Tuhan Tuhan Telah Menegurmu” kaitannya dengan tugas sastrawan sebagai khalifah
Allah. Bahasa yang ringan dalam penyusunan sajak tidak melulu seolah mendewakan
puisi yang baik itu yang sulit dipahami namun lebih mengarah ke manfaatnya dan
kebutuhan pembaca kususnya muslimin dan umumnya sebagai dakwah penyebaran islam
maupun menyadarkan golongan kaum munafik.
B. RUMUSAN
MASALAH
Dari
latar belakang diatas dapat diambil rumusan bagaimana diksi, makna dan konsep dakwah islamisme di
dalamnya serta kekhasan penggunaan bahasa dalam kumpulan puisi Apip Mustopa
kaitannya dengan sajak “ Tuhan Telah Menegurmu”.
C. TUJUAN
Pembacaan
structural semiotik dalam sajak Tuhan Telah Menegurmu ini bertujuan untuk mengetahui diksi, makna,
dan konsep dakwah islamisme di dalamnya serta kekhasan penggunaan bahasa dalam
sajak Apip Mustopa. Dari penelitian ini diharapkan pembaca dapat lebih mudah
untuk memahami dan menafsirkan secara semiotik pada sajak serta mengetahui
secara tepat makna yang dimaksud oleh penyair Apip Mustopa. Pembaca juga dapat
dengan jelas menempatkan diri jika hendak mengikuti jejak Apip, mau menjadi
penyair yang bagaimanakah dan seperti apakah tanggung jawab atau amanah yang
dibebankan sebagai seorang penyair.
Tahap penelitian yang akan dilakukan dalam penelitian ini
sebagai berikut :
1.
Pembacaan terhadap objek penelitian.,
2. Pemilihan sampel sebagai data penelitian,
yaitu sajak yang mengandung unsure dakwah islamisme sebagai subjek penelitian.
3. Pengumpulan data tambahan yang mendukung
penelitiani. oleh karena penelitian kualitatif, maka data utamanya adalah
kata-kata atau bahasa (kurniawan, 2009 :31 ), data pendukungnya yaitu buku yang
mendukung penelitian ini..
4. Melakukan analisis secara cermat terhadap
diksi, makna, dan konsep dakwah islamisme. Langkah kerja analisisnya mencakup :
Pertama, pembacaan heuristic dan hermeneutic. Kedua, langkah-langkah
refleksi (pemahaman) yaitu menghubungkan dunia objektif teks dengan dunia yang
diacu (reference), yang pada aspek simbolnya bersifat non linguistik.
langkah ini mendekati tingkat antologis. Ketiga, langkah filosofis,
yaitu berpikir denga mengunakan simbol sebagai titik tolaknya. Langkah ini
disebut juga dengan langkah eksistensial atau antologi, keberadaan makna itu
sendiri.
5. Merumuskan kesimpulan.
D.
TEORI DAN METODE
Menganalisis sajak itu bertujuan memahami
makna sajak. Menganalisis sajak adalah usaha menangkap dan memberi makna kepada
teks sajak. Karya sastra itu merupakan struktur yang bermakna. Karya sastra itu
merupakan sistem tanda yang mempunyai makna yang mempergunakan medium bahasa.
Bahasa sebagai medium karya sastra sudah merupakan sistem semiotic atau
ketandaan yang mempunyai arti, medium karya sastra bukanlah bahan yang bebas
(netral). Teori yang digunakan dalam analisis makalah ini menggunakan teori
menurut Riffaterre. Teks atau puisi menurut Michael Riffaterre adalah pemikiran
yang dibakukan melalui mediasi bahasa. Dalam semiotik,Riffaterre memperlakukan
semua kata menjadi tanda. Langkah-langkah dalam memahami sebuah teks dalam hal
ini puisi menurut Michael Riffaterre ada 4, yaitu:
1. Pembaca harus menemukan kata kunci atau matriks yang terdapat
dalam sebuah sajak atau teks.
2. Pembaca juga harus melakukan pembacaan secara heuristik, yaitu
sesuai dengan kompetensi bahasa dan struktur kebahasaannya.
3. Seorang pembaca dituntut untuk melakukan pembacaan hermeneutik
yaitu pembacaan pada tingkat makna.
4. Seorang pembaca harus menemukan hubungan intertekstualitas
antara karya sastra tersebut. Seorang pembaca harus mencari sumber teks atau
yang lazim disebut hipogram dan harus mencari model dan varian.
Untuk memahami sebuah teks harus mencari unsur-unsur yang
ada di dalamnya yaitu unsur-unsur estetik dan unsur-unsur ekstra estetik yang
terdapat dalam sebuah karya sastra.untuk mengetahui unsur kepuitisan dan makna
luar yang terkandung dalam teks puisi, penulis mengguakan teori strukturalisme.
Sedangkan untuk memaknai atau memberi makna dalam setiap sajak penulis
menggunakan teori semiotoc. Semiotik adalah teori filsafat umum yang
berkenaan dengan produksi tanda-tanda dan simbol-simbol sebagai bagian dari
sistem kode yang digunakan untuk mengomunikasikan informasi. Semiotik meliputi
tanda-tanda visual dan verbal serta tactile dan olfactory (semua tanda atau
sinyal yang bisa diakses dan bisa diterima oleh seluruh indera yang kita
miliki) ketika tanda-tanda tersebut membentuk sistem kode yang secara
sistematis menyampaikan informasi atau pesan secara tertulis di setiap kegiatan
dan perilaku manusia. Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis
untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya
berusaha mencari jalan di dunia ini, ditengah-tengah manusia dan bersama-sama
manusia. Semiotika, atau dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak
mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things).
Memaknai (to sinify) dalam hal ini tidak dapat dicampur adukkan dengan
mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak
hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi,
tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda.
Metode yand digunakan dalam menganalisis puisi ini yaitu
dengan menganalisis sajak-sajak kedalam unsur-unsur yang memperhatihan hubungan
keseluruhan unsur-unsur yang ada.Kemudian setiap unsur sajak diberi makna yang
sesuai dengan konvensi puisi. Setelah itu memaknai keseluruhan teks
puisi berdasarkan analisis tersebut. Studi sastra bersifat semiotik merupakan
usaha untuk menganalisis karya sastra, di sini sajak khususnya, sebagai suatu
sistem tanda-tanda dan menentukan konvensi-konvensi apa yang memungkinkan karya
sastra mempunyai makna. Dengan melihat variasi-variasi di dalam struktur sajak
atau hubungan dalam (internal) antara unsur-unsurnya akan dihasilkan
bermacam-macam makna.
Kewajiban sastrawan sebagai khalifah Allah ialah membina dan mengembangkan seni budaya pada umumnya
dan seni sastra pada khususnya sebagai salah satu hajat hidup manusia sesuai
fitrahnya.
E.
Pembahasan
Untuk mencapai tingkat pemaknaan perpuisian Apip Mustopa, dalam beberapa
sajak dari “ Tonggak 2-Antologi Puisi Indonesia Modern ” penulis
menganalisis diksi dan konsep makna yang terdapat di dalamnya. Sajak yang di
analisis di ambil berdasarkan survei penyampaian dakwah islamisme diantara
sajak-sajak di dalam kumpulan sajak Apip Mustopa dari “Tonggak 2-Antologi
Puisi Indonesia Modern” yang lain.
TUHAN TELAH
MENEGURMU
Tuhan telah
menegurmu dengan cukup sopan
lewat perut
anak-anak yang kelaparan
Tuhan telah
menegurmu dengan cukup sopan
lewat
semayup suara adzan
Tuhan telah
menegurmu dengan cukup
kesabaran
lewat
gempa bumi yang berguncang
deru
angin yang meraung kencang
hujan
dan banjir yang melintang pukang
adakah
kaudengar?
Jakarta,
Maret 1976
Budaya Jaya,
No. 98, Th IX, Juli 1976.1
Judul
dalam sajak “Tuhan Telah Menegurmu” sudah jelas disampaikan bahwa Tuhan telah
memberi peringatan kepada kamu (umat-Nya). Tuhan menegur merupakan suatu wujud
tindakan atau perlakuan Tuhan yang nyata-nyata sudah diberlakukan kepada
umat-Nya, melalui tanda-tanda yang dapat dirasakan manusia. Istilah menegur
biasa digunakan untuk orang yang sudah sama-sama mengenal atau sekedar
basa-basi, atau mungkin karena sudah kenal namun lupa, maupun menegur karena
ingin memperkenalkan diri. Sama halnya dengan teguran Tuhan, umat yang ditegur
itu tentulah ada maksudnya, mereka-mereka yang telah lalai ajaran Allah dan tau
mana baik buruknya namun ingkar.
Parafrase
serta analisisnya sebagai berikut:
Tuhan telah ”telah dapat
dimaknai sudah terjadi (untuk menyatakan perbuatan, keadaan dan sebagainya yang
sempurna, lampau atau selesai) (KBB, offline versi 1.1 freeware ©
2010 by Ebta Setiawan)”
menegurmu dengan cukup sopan “
mengingatkan kamu (umat-Nya) dengan hal-hal yang nampak masih dibatas kemampuan
umat-Nya. Cukup sopan dapat dimaknai peringatan yang hanya diperlihatkan dan
bukan peringatan yang ditimpakan (diujikan) kepada sebagian umat-Nya”/
lewat ”melalui”
perut anak-anak yang kelaparan
“diperlihatkan anak-anak yang kelaparan dengan maksud agar umat Tuhan bersedia
membantu atau bersedekah kepada anak-anak tersebut sebagai amalan perbuatan
baik dan sebagai rasa syukur kepada dirinya (umat Tuhan yang diberikan keadaan
lebih baik)// Tuhan telah menegurmu dengan cukup sopan/ lewat
semayup suara adzan “
Tuhan telah memperdengarkan kumandang adzan bagi orang-orang yang tidak tuli,
umat-Nya atau muslim, menandakan perintah waktu untuk menjalankan sholat//
Tuhan telah menegurmu dengan cukup kesabaran “ kesabaran dimaknai tidak lekas marah karena banyak
orang-orang yang tidak mau bersedekah, lalai menjalankan sholat, namun tetap
selamat di dunia,/ lewat gempa bumi yang berguncang “dan yang selamat itu diperingatkan dengan
memperlihatkan bencana-bencana di bumi; gempa bumi/
deru angin yang meraung kencang/
hujan dan banjir yang melintang pukang “bencana banjir di kota-kota besar//
adakah kaudengar?// “ kalimat
tanya ini adalah ajakan si penyair untuk melaksanakan perintah-Nya, penyair
mengingatkan kepada kawan-kawan muslim untuk beribadah menurut ajaran-Nya,
sebagai wujud rasa syukur dan kewajiban kita (umat muslim).
Pada konteks syair, “Tuhan telah menegurmu dengan cukup
sopan lewat perut anak-anak yang
kelaparan”, sebagaimana telah
disebutkan dalam beberapa ayat-ayat di dalam Al Qur’an dan hadis perintah
bersedekah:
1. Salah
satu amalan yang paling mulia di dalam Islam adalah sedekah. Sedekah adalah
ibadah dengan perbuatan berbagi antar sesama atas yang kita miliki secara syah
dan halal. Sedekah adalah keinginan membantu orang lain karena merasakan berat
dan pedihnya penderitaan orang lain sehingga timbul keinginan untuk membantu.
Keinginan untuk berbagi ini merupakan sifat mulia yang meniru sifat-sifat
Allah. Salah satu sifat Allah subhanahu wata'ala adalah Maha pemberi. Kita
dianjurkan untuk berbuat baik sebagaimana Allah subhanahu wata'ala berbuat
baik.
" Dan berbuat baiklah sebagaimana Allah telah berbuat baik padamu "(Q.S Qashas ayat 77)
" Dan berbuat baiklah sebagaimana Allah telah berbuat baik padamu "(Q.S Qashas ayat 77)
2. "
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan
dan mensucikan mereka dan mendo'alah untuk mereka. Sesungguhnya do'a kamu itu
(menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui ".( surat
At-Taubah ayat 103)
Ayat tersebut diatas menjelaskan perintah untuk memungut zakat bagi muslim yang telah cukup batas kekayaanya sehingga diwajibkan untuk membayar zakat.
Ayat tersebut diatas menjelaskan perintah untuk memungut zakat bagi muslim yang telah cukup batas kekayaanya sehingga diwajibkan untuk membayar zakat.
3. Setiap
perbuatan kebajikan yang kita buat dibandingkan dengan sedekah sebagai
kebajikan tertinggi. Seperti Hadits dari riwayat Bukhari Muslim berikut ini:
" Berbuat Adil diantara dua orang adalah sedekah, menolong orang mengangkatkan barangnya keatas kendaraannya atau engkau membawakan barang-barangnya, adalah sedekah, setiap perkataan yang baik adalah sedekah, dan setiap langkah kaki yang dilangkahkan pergi sholat adalah sedekah, dan membuang duri dijalan adalah sedekah ".
Setiap kebajikan yang kita lakukan seperti hadits diatas dibandingkan dengan sedekah.
Adapun pemberian sebagian harta kita kepada orang lain karena terasa beratnya beban yang ditanggung orang lain dan hendak meringankan beban yang diderita oleh orang lain adalah kebajikan tertinggi.
" Berbuat Adil diantara dua orang adalah sedekah, menolong orang mengangkatkan barangnya keatas kendaraannya atau engkau membawakan barang-barangnya, adalah sedekah, setiap perkataan yang baik adalah sedekah, dan setiap langkah kaki yang dilangkahkan pergi sholat adalah sedekah, dan membuang duri dijalan adalah sedekah ".
Setiap kebajikan yang kita lakukan seperti hadits diatas dibandingkan dengan sedekah.
Adapun pemberian sebagian harta kita kepada orang lain karena terasa beratnya beban yang ditanggung orang lain dan hendak meringankan beban yang diderita oleh orang lain adalah kebajikan tertinggi.
4. "
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu
menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan
maka sesungguhnya Allah mengetahuinya". [QS: Ali Imran ayat 92]
5. Apapun
kebajikan atau perbuatan baik yang kita lakukan tidak akan sampai kepada Allah
sebelum kita mampu memberikan sebagian harta yang kita cintai.
Marilah kita renungkan ayat-ayat surat Al-Balad berikut ini:
10. Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan
11. Tetapi dia tiada menempuh jalan yang mendaki lagi sukar.
12. Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu?
13. (yaitu) melepaskan budak dari perbudakan,
14. atau memberi makan pada hari kelaparan,
15. (kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat,
16. atau kepada orang miskin yang sangat fakir.
Surat Al-Balad ayat 10 sampai 16
Hidup di dunia ini diciptakan dua jalan. Pertama hidup senang tetapi tidak banyak bernilai. Yang kedua hidup susah tetapi bernilai. Jalan hidup susah mendaki lagi sukar itulah yang seharusnya ditempuh oleh manusia, itulah jalan yang benar, itulah jalan yang bernilai. Tetapi sedikit orang yang mau menempuh jalan itu. Jalan itu penuh banyak pengorbanan. Yaitu jalan yang penuh pengabdian sosial. Jalan yang penuh makna kepedulian sosial bagi sesama yang susah dan penuh penderitaan. Yaitu jalan berkorban untuk membebaskan budak, memberi makan orang kelaparan, menyantuni anak yatim, dan membiayai fakir dan miskin.
Marilah kita renungkan ayat-ayat surat Al-Balad berikut ini:
10. Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan
11. Tetapi dia tiada menempuh jalan yang mendaki lagi sukar.
12. Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu?
13. (yaitu) melepaskan budak dari perbudakan,
14. atau memberi makan pada hari kelaparan,
15. (kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat,
16. atau kepada orang miskin yang sangat fakir.
Surat Al-Balad ayat 10 sampai 16
Hidup di dunia ini diciptakan dua jalan. Pertama hidup senang tetapi tidak banyak bernilai. Yang kedua hidup susah tetapi bernilai. Jalan hidup susah mendaki lagi sukar itulah yang seharusnya ditempuh oleh manusia, itulah jalan yang benar, itulah jalan yang bernilai. Tetapi sedikit orang yang mau menempuh jalan itu. Jalan itu penuh banyak pengorbanan. Yaitu jalan yang penuh pengabdian sosial. Jalan yang penuh makna kepedulian sosial bagi sesama yang susah dan penuh penderitaan. Yaitu jalan berkorban untuk membebaskan budak, memberi makan orang kelaparan, menyantuni anak yatim, dan membiayai fakir dan miskin.
6. Dan
dalam Surat Al-Ma'un dijelaskan siapakah orang yang pendusta agama itu?
Yaitu orang yang tidak peduli pada fakir miskin, dan menelantarkan anak yatim.
Yaitu orang yang tidak peduli pada fakir miskin, dan menelantarkan anak yatim.
7. Siapakah
yang mau memberi PINJAMAN kepada Allah, pinjaman yang BAIK (menafkahkan
hartanya di jalan Allah), maka Allah akan MELIPAT GANDAKAN pembayaran kepadanya
dengan LIPAT GANDA yang BANYAK. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki)
dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.
(QS. Al-Baqarah 2:245)
(QS. Al-Baqarah 2:245)
8. Mereka
bertanya kepadamu tentang apa yang mereka INFAKKAN. Jawablah: “Apa saja harta
yang kamu INFAKKAN hendaklah diberikan kepada IBU-BAPAK, kaum KERABAT,
anak-anak YATIM, orang-orang MISKIN dan orang-orang yang sedang dalam
PERJALANAN (MUSAFIR).” Dan apa saja kebajikan yang kamu buat, maka sesungguhnya
Allah Maha Mengetahuinya.
(QS. Al-Baqarah 2:215)
(QS. Al-Baqarah 2:215)
9. Dan
jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah TANGGUH sampai dia
berkelapangan. Dan MENYEDEKAHKAN (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik
bagimu, jika kamu mengetahui.
(QS. Al-Baqarah 2:280)
(QS. Al-Baqarah 2:280)
10. Kitab (Al Qur’an) Ini tidak ada keraguan
padanya; petunjuk bagi mereka yang BERTAQWA,. 3. (yaitu) mereka yang beriman
kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan MENAFKAHKAN sebahagian rezki
yang kami anugerahkan kepada mereka“.
(QS. Al Baqarah 2:2-3)
(QS. Al Baqarah 2:2-3)
11. Dan
bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya
seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang BERTAQWA,
134. (yaitu) orang-orang yang MENAFKAHKAN (hartanya), baik di waktu LAPANG maupun SEMPIT, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema`afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.”
(QS. Ali Imran 3:133-134)
134. (yaitu) orang-orang yang MENAFKAHKAN (hartanya), baik di waktu LAPANG maupun SEMPIT, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema`afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.”
(QS. Ali Imran 3:133-134)
12. Hai
orang-orang yang beriman, BELANJAKANLAH (di jalan Allah) sebagian dari rezki
yang Telah kami berikan kepadamu SEBELUM datang HARI yang pada hari itu TIDAK
ADA LAGI jual beli dan tidak ada lagi syafa’at. Dan orang-orang kafir Itulah
orang-orang yang zhalim.
(QS. Al Baqarah 2:254)
(QS. Al Baqarah 2:254)
13. Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
“Shadaqah itu MEMADAMKAN (menghapuskan) KESALAHAN sebagaimana AIR memadamkan API”
[HR. Ahmad dalam Al-Musnad (3/321), dan Abu Ya’laa. Lihat Shohih At-Targhib (1/519)]
“Shadaqah itu MEMADAMKAN (menghapuskan) KESALAHAN sebagaimana AIR memadamkan API”
[HR. Ahmad dalam Al-Musnad (3/321), dan Abu Ya’laa. Lihat Shohih At-Targhib (1/519)]
14. Rasululullah
-shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda :
“Tak ada suatu hari pun seorang hamba berada di dalamnya, kecuali ada dua orang malaikat akan turun; seorang diantaranya berdo’a, “Ya Allah berikanlah GANTI bagi orang yang BERINFAQ”. Yang lainnya berdo’a, “Ya Allah, berikanlah KEHANCURAN bagi orang yang MENAHAN INFAQ.”. [HR. Al-Bukhari dan Muslim ]
“Tak ada suatu hari pun seorang hamba berada di dalamnya, kecuali ada dua orang malaikat akan turun; seorang diantaranya berdo’a, “Ya Allah berikanlah GANTI bagi orang yang BERINFAQ”. Yang lainnya berdo’a, “Ya Allah, berikanlah KEHANCURAN bagi orang yang MENAHAN INFAQ.”. [HR. Al-Bukhari dan Muslim ]
15. Dan sesungguhnya dia (manusia) sangat
berlebihan dalam kecintaannya kepada harta.”
(QS. Al ‘Adiyat 100: 8
(QS. Al ‘Adiyat 100: 8
16. "dan
orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu bagi orang (miskin)
yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau
meminta)" [Al Ma'aarij:24- 25]
17. "Dan pada
harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin
yang tidak mendapat bagian" [Adz Dzaariyaat:19]
18. Berbuat kebaikan
adalah bersedekah pada orang2 termasuk orang-orang yang meminta-minta:
"Bukanlah
menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi
sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian,
malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya
kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang
memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan)
hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang
menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam
kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang
benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa." [Al
Baqarah:177]
Jadi aneh jika
nanti orang yang bersedekah ditangkap karena melanggar aturan.Menghardik orang
yang meminta saja haram. Apalagi menangkapnya.
19. “Dan terhadap orang
yang minta-minta, janganlah kamu menghardiknya. " [Adh Dhuhaa:10]
Pada konteks syair, “Tuhan telah menegurmu dengan cukup
sopan lewat semayup suara adzan”, sebagaimana telah disebutkan
dalam beberapa ayat-ayat di dalam Al Qur’an dan hadis perintah menjalankan
sholat:
1.
Rasulullah Muhammad saw. menerima perintah
sholat lima waktu langsung dari Allah melalui peristiwa Isra’ Mi’raj:
Hadist Shahih Bukhari No. 211 Jilid I
Berita dari Anas bin Malik r.a mengatakan, “Abu Dzar pernah bercerita, bahwa Rasulullah s.a.w bersabda: Pada suatu waktu ketika aku berada di Mekah, tiba-tiba atap rumahku dibuka orang. Maka turunlah Jibril, lalu dibedahnya dadaku, kemudian dibersihkannya dengan air zamzam. Sesudah itu dibawanya sebuah bejana emas penuh hikmat dan iman, lalu dituangkan kedadaku, dan sesudah itu dadaku dipertautkan kembali. Lalu Jibril a.s membawaku naik ke langit. Ketika Jibril a.s meminta agar dibukakan pintu, kedengaran suara bertanya: Siapakah engkau? Dijawabnya: Jibril. Jibril a.s ditanya lagi: Siapakah bersamamu? Jibril a.s menjawab: Muhammad. Jibril a.s ditanya lagi: Adakah dia telah diutuskan? Jibril a.s menjawab: Ya, dia telah diutuskan. Lalu dibukakan pintu kepada kami. Ketika aku bertemu dengan Nabi Adam a.s, beliau menyambutku serta mendoakan aku dengan kebaikan. Seterusnya aku dibawa naik ke langit kedua. Jibril a.s meminta supaya dibukakan pintu. Kedengaran suara bertanya lagi: Siapakah engkau? Dijawabnya: Jibril. Jibril a.s ditanya lagi: Siapakah bersamamu? Jibril a.s menjawab: Muhammad. Jibril a.s ditanya lagi: Adakah dia telah diutuskan? Jibril a.s menjawab: Ya, dia telah diutuskan. Pintu pun dibukakan kepada kami. Ketika aku bertemu dengan Isa bin Mariam dan Yahya bin Zakaria, mereka berdua menyambutku dan mendoakan aku dengan kebaikan. Aku dibawa lagi naik langit ketiga. Jibril a.s meminta supaya dibukakan pintu. Kedengaran suara bertanya lagi: Siapakah engkau? Dijawabnya: Jibril. Jibril a.s ditanya lagi: Siapakah bersamamu? Jibril a.s menjawab: Muhammad. Jibril a.s ditanya lagi: Adakah dia telah diutuskan? Jibril a.s menjawab: Ya, dia telah diutuskan. Pintu pun dibukakan kepada kami. Ketika aku bertemu dengan Nabi Yusuf a.s ternyata dia telah dikurniakan sebahagian dari keindahan. Dia terus menyambut aku dan mendoakan aku dengan kebaikan. Aku dibawa lagi naik ke langit keempat. Jibril a.s meminta supaya dibukakan pintu. Kedengaran suara bertanya lagi: Siapakah engkau? Dijawabnya: Jibril. Jibril a.s ditanya lagi: Siapakah bersamamu? Jibril a.s menjawab: Muhammad. Jibril a.s ditanya lagi: Adakah dia telah diutuskan? Jibril a.s menjawab: Ya, dia telah diutuskan. Pintu pun dibukakan kepada kami. Ketika aku bertemu dengan Nabi Idris a.s dia terus menyambutku dan mendoakan aku dengan kebaikan. Aku dibawa lagi naik ke langit kelima. Jibril a.s meminta supaya dibukakan pintu. Kedengaran suara bertanya lagi: Siapakah engkau? Dijawabnya: Jibril. Jibril a.s ditanya lagi: Siapakah bersamamu? Jibril a.s menjawab: Muhammad. Jibril a.s ditanya lagi: Adakah dia telah diutuskan? Jibril a.s menjawab: Ya, dia telah diutuskan. Pintu pun dibukakan kepada kami. Ketika aku bertemu dengan Nabi Harun a.s dia terus menyambutku dan mendoakan aku dengan kebaikan. Aku dibawa lagi naik ke langit keenam. Jibril a.s meminta supaya dibukakan pintu. Kedengaran suara bertanya lagi: Siapakah engkau? Dijawabnya: Jibril. Jibril a.s ditanya lagi: Siapakah bersamamu? Jibril a.s menjawab: Muhammad. Jibril a.s ditanya lagi: Adakah dia telah diutuskan? Jibril a.s menjawab: Ya, dia telah diutuskan. Pintu pun dibukakan kepada kami. Ketika aku bertemu dengan Nabi Musa a.s dia terus menyambutku dan mendoakan aku dengan kebaikan. Aku dibawa lagi naik ke langit ketujuh. Jibril a.s meminta supaya dibukakan. Kedengaran suara bertanya lagi: Siapakah engkau? Dijawabnya: Jibril. Jibril a.s ditanya lagi: Siapakah bersamamu? Jibril a.s menjawab: Muhammad. Jibril a.s ditanya lagi: Adakah dia telah diutuskan? Jibril a.s menjawab: Ya, dia telah diutuskan. Pintu pun dibukakan kepada kami. Ketika aku bertemu dengan Nabi Ibrahim a.s dia sedang berada dalam keadaan menyandar di Baitul Makmur. Keluasannya setiap hari memuatkan tujuh puluh ribu malaikat. Setelah keluar mereka tidak kembali lagi kepadanya. Kemudian aku dibawa ke Sidratul Muntaha. Daun-daunnya besar umpama telinga gajah manakala buahnya pula sebesar tempayan. Baginda bersabda: Ketika baginda merayau-rayau meninjau kejadian Allah s.w.t, baginda dapati kesemuanya aneh-aneh. Tidak seorang pun dari makhluk Allah yang mampu menggambarkan keindahannya. Lalu Allah s.w.t memberikan wahyu kepada baginda dengan mewajibkan sembahyang lima puluh waktu sehari semalam. Tatakala baginda turun dan bertemu Nabi Musa a.s, dia bertanya: Apakah yang telah difardukan oleh Tuhanmu kepada umatmu? Baginda bersabda: Sembahyang lima puluh waktu. Nabi Musa a.s berkata: Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah keringanan kerana umatmu tidak akan mampu melaksanakannya. Aku pernah mencuba Bani Israel dan memberitahu mereka. Baginda bersabda: Baginda kemudiannya kembali kepada Tuhan dan berkata: Wahai Tuhanku, berilah keringanan kepada umatku. Lalu Allah s.w.t mengurangkan lima waktu sembahyang dari baginda. Baginda kembali kepada Nabi Musa a.s dan berkata: Allah telah mengurangkan lima waktu sembahyang dariku. Nabi Musa a.s berkata: Umatmu masih tidak mampu melaksanakannya. Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah keringanan lagi. Baginda bersabda: Baginda tak henti-henti berulang-alik antara Tuhan dan Nabi Musa a.s, sehinggalah Allah s.w.t berfirman Yang bermaksud: Wahai Muhammad! Sesungguhnya aku fardukan hanyalah lima waktu sehari semalam. Setiap sembahyang fardu diganjarkan dengan sepuluh ganjaran. Oleh yang demikian, bererti lima waktu sembahyang fardu sama dengan lima puluh sembahyang fardu. Begitu juga sesiapa yang berniat, untuk melakukan kebaikan tetapi tidak melakukanya, nescaya akan dicatat baginya satu kebaikan. Jika dia melaksanakannya, maka dicatat sepuluh kebaikan baginya. Sebaliknya sesiapa yang berniat ingin melakukan kejahatan, tetapi tidak melakukannya, nescaya tidak sesuatu pun dicatat baginya. Seandainya dia melakukannya, maka dicatat sebagai satu kejahatan baginya. Baginda turun hingga sampai kepada Nabi Musa a.s, lalu aku memberitahu kepadanya. Dia masih lagi berkata: Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah keringanan. Baginda menyahut: Aku terlalu banyak berulang alik kepada Tuhan, sehingga menyebabkan aku malu kepada-Nya. Kemudian Jibril membawaku hingga ke Sidratul Muntaha. Tempat mana ditutup dengan aneka warna yang aku tak tau warna-warna apa namanya. Sesudah itu aku dibawa masuk ke dalam surga, dimana didalamnya terdapat mutiara bersusun-susun sedang buminya bagaikan kasturi.
Hadist Shahih Bukhari No. 211 Jilid I
Berita dari Anas bin Malik r.a mengatakan, “Abu Dzar pernah bercerita, bahwa Rasulullah s.a.w bersabda: Pada suatu waktu ketika aku berada di Mekah, tiba-tiba atap rumahku dibuka orang. Maka turunlah Jibril, lalu dibedahnya dadaku, kemudian dibersihkannya dengan air zamzam. Sesudah itu dibawanya sebuah bejana emas penuh hikmat dan iman, lalu dituangkan kedadaku, dan sesudah itu dadaku dipertautkan kembali. Lalu Jibril a.s membawaku naik ke langit. Ketika Jibril a.s meminta agar dibukakan pintu, kedengaran suara bertanya: Siapakah engkau? Dijawabnya: Jibril. Jibril a.s ditanya lagi: Siapakah bersamamu? Jibril a.s menjawab: Muhammad. Jibril a.s ditanya lagi: Adakah dia telah diutuskan? Jibril a.s menjawab: Ya, dia telah diutuskan. Lalu dibukakan pintu kepada kami. Ketika aku bertemu dengan Nabi Adam a.s, beliau menyambutku serta mendoakan aku dengan kebaikan. Seterusnya aku dibawa naik ke langit kedua. Jibril a.s meminta supaya dibukakan pintu. Kedengaran suara bertanya lagi: Siapakah engkau? Dijawabnya: Jibril. Jibril a.s ditanya lagi: Siapakah bersamamu? Jibril a.s menjawab: Muhammad. Jibril a.s ditanya lagi: Adakah dia telah diutuskan? Jibril a.s menjawab: Ya, dia telah diutuskan. Pintu pun dibukakan kepada kami. Ketika aku bertemu dengan Isa bin Mariam dan Yahya bin Zakaria, mereka berdua menyambutku dan mendoakan aku dengan kebaikan. Aku dibawa lagi naik langit ketiga. Jibril a.s meminta supaya dibukakan pintu. Kedengaran suara bertanya lagi: Siapakah engkau? Dijawabnya: Jibril. Jibril a.s ditanya lagi: Siapakah bersamamu? Jibril a.s menjawab: Muhammad. Jibril a.s ditanya lagi: Adakah dia telah diutuskan? Jibril a.s menjawab: Ya, dia telah diutuskan. Pintu pun dibukakan kepada kami. Ketika aku bertemu dengan Nabi Yusuf a.s ternyata dia telah dikurniakan sebahagian dari keindahan. Dia terus menyambut aku dan mendoakan aku dengan kebaikan. Aku dibawa lagi naik ke langit keempat. Jibril a.s meminta supaya dibukakan pintu. Kedengaran suara bertanya lagi: Siapakah engkau? Dijawabnya: Jibril. Jibril a.s ditanya lagi: Siapakah bersamamu? Jibril a.s menjawab: Muhammad. Jibril a.s ditanya lagi: Adakah dia telah diutuskan? Jibril a.s menjawab: Ya, dia telah diutuskan. Pintu pun dibukakan kepada kami. Ketika aku bertemu dengan Nabi Idris a.s dia terus menyambutku dan mendoakan aku dengan kebaikan. Aku dibawa lagi naik ke langit kelima. Jibril a.s meminta supaya dibukakan pintu. Kedengaran suara bertanya lagi: Siapakah engkau? Dijawabnya: Jibril. Jibril a.s ditanya lagi: Siapakah bersamamu? Jibril a.s menjawab: Muhammad. Jibril a.s ditanya lagi: Adakah dia telah diutuskan? Jibril a.s menjawab: Ya, dia telah diutuskan. Pintu pun dibukakan kepada kami. Ketika aku bertemu dengan Nabi Harun a.s dia terus menyambutku dan mendoakan aku dengan kebaikan. Aku dibawa lagi naik ke langit keenam. Jibril a.s meminta supaya dibukakan pintu. Kedengaran suara bertanya lagi: Siapakah engkau? Dijawabnya: Jibril. Jibril a.s ditanya lagi: Siapakah bersamamu? Jibril a.s menjawab: Muhammad. Jibril a.s ditanya lagi: Adakah dia telah diutuskan? Jibril a.s menjawab: Ya, dia telah diutuskan. Pintu pun dibukakan kepada kami. Ketika aku bertemu dengan Nabi Musa a.s dia terus menyambutku dan mendoakan aku dengan kebaikan. Aku dibawa lagi naik ke langit ketujuh. Jibril a.s meminta supaya dibukakan. Kedengaran suara bertanya lagi: Siapakah engkau? Dijawabnya: Jibril. Jibril a.s ditanya lagi: Siapakah bersamamu? Jibril a.s menjawab: Muhammad. Jibril a.s ditanya lagi: Adakah dia telah diutuskan? Jibril a.s menjawab: Ya, dia telah diutuskan. Pintu pun dibukakan kepada kami. Ketika aku bertemu dengan Nabi Ibrahim a.s dia sedang berada dalam keadaan menyandar di Baitul Makmur. Keluasannya setiap hari memuatkan tujuh puluh ribu malaikat. Setelah keluar mereka tidak kembali lagi kepadanya. Kemudian aku dibawa ke Sidratul Muntaha. Daun-daunnya besar umpama telinga gajah manakala buahnya pula sebesar tempayan. Baginda bersabda: Ketika baginda merayau-rayau meninjau kejadian Allah s.w.t, baginda dapati kesemuanya aneh-aneh. Tidak seorang pun dari makhluk Allah yang mampu menggambarkan keindahannya. Lalu Allah s.w.t memberikan wahyu kepada baginda dengan mewajibkan sembahyang lima puluh waktu sehari semalam. Tatakala baginda turun dan bertemu Nabi Musa a.s, dia bertanya: Apakah yang telah difardukan oleh Tuhanmu kepada umatmu? Baginda bersabda: Sembahyang lima puluh waktu. Nabi Musa a.s berkata: Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah keringanan kerana umatmu tidak akan mampu melaksanakannya. Aku pernah mencuba Bani Israel dan memberitahu mereka. Baginda bersabda: Baginda kemudiannya kembali kepada Tuhan dan berkata: Wahai Tuhanku, berilah keringanan kepada umatku. Lalu Allah s.w.t mengurangkan lima waktu sembahyang dari baginda. Baginda kembali kepada Nabi Musa a.s dan berkata: Allah telah mengurangkan lima waktu sembahyang dariku. Nabi Musa a.s berkata: Umatmu masih tidak mampu melaksanakannya. Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah keringanan lagi. Baginda bersabda: Baginda tak henti-henti berulang-alik antara Tuhan dan Nabi Musa a.s, sehinggalah Allah s.w.t berfirman Yang bermaksud: Wahai Muhammad! Sesungguhnya aku fardukan hanyalah lima waktu sehari semalam. Setiap sembahyang fardu diganjarkan dengan sepuluh ganjaran. Oleh yang demikian, bererti lima waktu sembahyang fardu sama dengan lima puluh sembahyang fardu. Begitu juga sesiapa yang berniat, untuk melakukan kebaikan tetapi tidak melakukanya, nescaya akan dicatat baginya satu kebaikan. Jika dia melaksanakannya, maka dicatat sepuluh kebaikan baginya. Sebaliknya sesiapa yang berniat ingin melakukan kejahatan, tetapi tidak melakukannya, nescaya tidak sesuatu pun dicatat baginya. Seandainya dia melakukannya, maka dicatat sebagai satu kejahatan baginya. Baginda turun hingga sampai kepada Nabi Musa a.s, lalu aku memberitahu kepadanya. Dia masih lagi berkata: Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah keringanan. Baginda menyahut: Aku terlalu banyak berulang alik kepada Tuhan, sehingga menyebabkan aku malu kepada-Nya. Kemudian Jibril membawaku hingga ke Sidratul Muntaha. Tempat mana ditutup dengan aneka warna yang aku tak tau warna-warna apa namanya. Sesudah itu aku dibawa masuk ke dalam surga, dimana didalamnya terdapat mutiara bersusun-susun sedang buminya bagaikan kasturi.
2.
Firman Allah dalam QS Qaaf 50: 29
Artinya: Keputusan di sisi-Ku tidak dapat diubah dan aku sekali-kali tidak Menganiaya hamba-hamba-Ku.
Artinya: Keputusan di sisi-Ku tidak dapat diubah dan aku sekali-kali tidak Menganiaya hamba-hamba-Ku.
3.
Bagi Allah dalam QS Al Israa’ 17: 77 dijelaskan
tidak adanya perubahan dalam suatu ketetapan yang diwahyukan kepada Rasulullah,
Artinya: (kami menetapkan yang demikian) sebagai suatu ketetapan terhadap Rasul-rasul Kami yang Kami utus sebelum kamu dan tidak akan kamu dapati perubahan bagi ketetapan Kami itu.
Artinya: (kami menetapkan yang demikian) sebagai suatu ketetapan terhadap Rasul-rasul Kami yang Kami utus sebelum kamu dan tidak akan kamu dapati perubahan bagi ketetapan Kami itu.
4.
Sholat sebagai pondasi dasar agama Islam,
berdasarkan ayat ayat berikut salah satu perintah Sholat 5 (lima) waktu
terdapat dalam Surat Al Israa’ 17:78
Artinya: Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).
Artinya: Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).
Pada konteks syair, “Tuhan telah menegurmu dengan cukup
kesabaran lewat gempa bumi
yang berguncang, deru angin
yang meraung kencang, hujan dan banjir yang melintang
pukang”, sebagaimana digambarkan
telah terjadi bencana di bumi. Di Indonesia saja sudah terjadi tsunami di Aceh,
menyemburnya lumpur Lapindo, gempa Jogja, meletusnya Merapi, banjir di
perkotaan, tsunami di Wasior, dan lain sebagainya banyak lagi bencana di
seluruh dunia ini.
Terahir adalah syair “adakah kau dengar
?”, merupakan pertanyaan yang menegaskan pernyataan keterangan syair
sebelumnya. Tuhan telah menegurmu, Tuhan telah menegurmu, Tuhan telah
menegurmu, berkali-kali penulis mengatakan kalimat itu, seolah mengingatkan
atau memperingatkan dengan gencarnya kepada saudara-saudaranya sesama umat
Tuhan (muslim), menyadarkan mereka yang lalai. Demikian dapat dikatakan
ditujukan untuk umat muslim karena nampak pada beberapa kata di dalam puisi
yang itu menjelaskan ciri religiusitas kususnya islam atau muslim. Perintah
menjalankan sholat dalam kalimat “ Tuhan telah menegurmu lewat semayup suara
adzan” sudah jelas menandakan bagian terpenting ibadah umat muslim. Diperkuat
lagi dengan sajak-sajak Apip yang lain :
NYANYIAN TENTANG TUHAN
alangkah merdu kudengar Tuhan
dalam nyanyian orang sekarang
seperti lagu kasih sayang
yang dilepaskan orang bercinta
pada malam terang bulan
dan orang-orang yang mendengarkan
sama-sama bergoyang pinggang
tenggelam dalam alunan dendang
berjoget dengan lawan jenis bukan muhrim
duh, kiranya Tuhan telah disejajarkan
dengan dara jelita angin dan bulan
dan orang-orang telah tidak menghiraukan lagi
sama Tuhan Maha Suci
melainkan hanya alunan lagu yang mengundang
berahi
alangkah merdu kudengar Tuhan
dalam nyanyian orang sekarang
hanya dalam nyanyian
hanya dalam nyanyian
Desember, 1975
Budaya Jaya, No. 98, Th. IX, Juli 1976.2
Puisi tersebut
ungkapan keprihatinan penulis terhadap keadaan saat ini yang menggambarkan pergaulan bebas antar manusia. Sedang Tuhan
disebut-sebut memberikan kenikmatan, namun kenikmatan yang mereka capai dari
hubungan bebas itu bukanlah nikmat Tuhan, melainkan godaan syetan yang
terkutuk. Imaji pembaca seperti di ajak untuk melihat dari tradisi masa lampau
tentang adat penari ronggeng. Untuk saat ini banyak dijumpai penari diskotek
yang bisa dikatakan ronggeng modern. Karna sama-sama menari untuk
memperlihatkan kemolekan tubuhnya agar menarik lawan jenis dan tak jarang
kemudian diajak bercinta. Bersentuhan kepada yang bukan muhrim itu dilarang
atau di haramkan dalam islam.
DALAM MASJID
aku berusaha menetapi
lima kali dalam sehari
di depan mihrab memasrahkan diri
ke dalam hening suci
ke bawah keagungan abadi
kulebur seluruh
dalam sujud dan bersimpuh
tapi sia-sia kukenang dosa
dalam lajur-lajur usia
dalam hening suci
aku hanya berhasil mendapati
sebatang jarum yang kemarin hilang
sejumlah hutang di warung-warung
wajah istriku yang murung karena harga beras
membumbung
rengek
anakku minta dibelikan layang-layang
aku
berusaha mengenang seluruh dosa
dalam
hening suci
untuk
memohon ampun abadi
tapi
senantiasa sia-sia
karena
bayang-bayang nestapa
senantiasa
menggoda
Merdeka Selatan 17-12-1975
Budaya
Jaya, No. 98, Th. IX, Juli 1976.3
Puisi ini sudah
barang tentu cerminan umat muslim yang memiliki tempat beribadah bernama
masjid.
Dari beberapa sajak Apip Mustopa di
atas sudah barang tentu dapat kita ambil kesimpulan bahwa sajak ini ditujukan
untuk umat muslim. Bahasa yang digunakan penulis dalam megambarkan imaji
sangatlah sederkana, tidak banyak bunga-bunga kata atau bahasa-bahasa kiasan.
Yang ditekankan penulus adalah sesegera mungkin pesan ini sampai daan dapat
diterima atau dimaknai pembaca. Penulis secara tidak langsung berdakwah melalui
media tulis dan tidak hanya sajaknya saja yang di koar-koarkan, di sisi lain
ada sifat Apip yang berusha menjalankan kwajibannya terhadap ajaran Allah.
Salah satu kwajibannya adalah menjalankan amalan saleh terkait profesinya.
Dalam ayat 55 dari An Nur ditegaskan bahwa manusia akan diangkat menjadi
khalifah-Nya di atas bumi, dengan ketentuan mereka harus menjalankan segala
ajarannya, yaitu beriman dan beramal saleh.
Jangan katakan mati
Orang terbunuh di jalan Allah,
Bahkan mereka hidup,
Tetapi, anda tidak merasa (Q.S
Al Baqarah: 154)
A Hasjmy menyatakan
dalam ayat tersebut ditujukan kepada Khalifah Allah yang berperasaan halus,
yaitu para sastrawan. Para sastrawan
bukan saja memiliki rasa halus, tetapi juga memiliki hati yang bersih dan akal yang jernih, yang dengan
demikian mereka dapat merasakan dan memahami hikmah ayat-ayat Allah.
Perintah yang ditujukan kepada para khalifah Allah yaitu; macam pertama
ditujukan kepada para Khalifah dalam segala bidang kehidupan masyarakat. Seruan
yang bersifat umum itu biasanya berbunyi: wahai umat manusia atau wahai
orang-orang yang beriman atau beramal saleh. Adapun yang ke dua, yaitu seruan
atau perintah yang ditujukan kepada para Khalifah dalam bidang khusus, salah
satunya sastrawan. Salah satu ayatnya; apakah anda tidak cakap mempergunakan
akal dan pikiran? Ditujukan kepada ahli pikir/ ilmiawan; apakah anda
tidak merasa atau wahai orang-orang yang berhati lembut! Ditujukan kepada
budayawan, termasuk sastrawan.
Adapun ciri-ciri karya sastra yang diciptakan oleh sastrawan beriman dan
beramal saleh seperti yang diungkapkan A Hasjmy yaitu :
1. Karya sastra tersebut mendorong
pembaca untuk melakukan amar makruf dan
nahi mungkar.
2. Karya sastra tersebut bertujuan menegakkan
ajaran Allah, karena tokoh-tokoh utama di dalamnya terdiri dari orang-orang
yang beriman dan beramal saleh. Disamping tokoh-tokoh utama yang baik itu,
ditampilkan pula tokoh-tokoh lai yang
jahat sebagai lawan dari tokoh-tokoh utamanya, dan tokoh-tokoh lain itu
dikesankan sebagai orang durjana, sampah
masyarakat.
3. Karya sastra tersebut bertenden
membenarkan yang benar dan mengharamkan yang haram, karena tokoh-tokoh utama
didalamnya digambarkan sebagai seorang saleh yang keimanannya tangguh; selalu
melaksanakan sholat, puasa, membayar zakat, membantu orang-orang mrlarat, tidak
pernah menipu dan tidak pernah berbuat mungkar dalam bentuk apapun.
4. Karya tersebut mendorong lahirnya
masyarakat yang adil dan makmur, yang di dalamnya digambarkan sebagai pahlawan
kemanusiaan, pahlawan kebenaran, pahlawan keimanan, pahlawan demokrasi.
5. Karya sastra tersebut mengesankan bahwa
tidak ada hak hidup bagi orang-orang jahat.
Kalau dalam surat Al Baqarah 34, Al A’raf 13-17 dan Al
Isra’ 63-65, manusia secara umum dibagi dalam dua kelompok; pengikut Adam dan
pengikut iblis, maka Surat Asy Syu’ara ayat 224-227 dengan tegas membagi para
sastrawan sebagai Khalifah Allah dalam
bidang seni budaya ke dalam dua kelompok, yaitu sastrawan beriman dan beramal saleh, dan sastrawan kafir maupun
munafik:
Para sastrawan,
Pengikut mereka bandit petualang,
Berdiwana dari lembah ke lembah,
Bicara tanpa kerja,
Kecuali sastrawan beriman,
Yang beramal bakti,
Senantiasa ingatkan Ilahi,
Mereka mendapat kesenangan,
Setelah hidup dalam ancaman. (Q.S.
Asy Syu’ara: 224-227)
Menurut ayat-ayat ini, para
sastrawan yang pengikut dan pengagumnya terdiri dari bandit-bandit, orang-orang
durjana yang telah rusak akhlak, adalah
sastrawan yang telah bertekuk lutut kepada iblis dan mereka melawan Allah,
sehingga Allah menyuruh Nabi Muhammad untuk memperingatkan mereka:
Kataka hai Muhammad:
Tuhanku hanya mengharamkan kemesuman,
Yang terang maupun yang tersembunyi,
Kedurjanaan dan pembangkangan,
Tanpa ada alasan yang benar,
Persekutuan Allah dengan makhluk-Nya,
Pembohongan terhadap Allah
Tanpa ada ilmu. (Q.S.
Al A’raf: 33)
Jelaslah, bahwa sastrawan mukmin yang beramal saleh, dia menciptakan
karyanya semata-mata untuk Allah, bagian dari ibadatnya. Dengan diksi yang
ringan atau mudah dipahami dari sajak Apip Mustopa sudah dapat menjadi salah
satu contoh tindakan menjalankan kewajiban saastrawan sebagai Khalifah Allah
dengan dakwah islamisme melalui media tulisan.
1.Lihat, puisi Apip Mustopa Tonggak
2-Antologi Puisi Indonesia Modern, (Jakarta:
Gramedia, 1987), hal. 317.
2.Lihat, puisi Apip Mustopa Tonggak
2-Antologi Puisi Indonesia Modern, (Jakarta:
Gramedia, 1987), hal. 315.
3.Lihat, puisi Apip Mustopa Tonggak
2-Antologi Puisi Indonesia Modern, (Jakarta:
Gramedia, 1987), hal. 315-316.
KESIMPULAN
Diksi atau pilihan kata dalam
sajak yang digunakan Apip mustopa termasuk dalam kategori ringan atau mudah
dipahami. Untuk sekali atau dua kali membaca saja sudah cukup jelas mampu
menangkap makna yang terkandung di dalamnya. Kekhasan penggunaan bahasa Apip
tidak semata-mata mendewakan bahwa puisi yang baik adalah yang sulit dipahami
seperti kebanyakan penyair namun lebih ke kesederhanaan bahasa yang menekankan
kemudahan dalam penyampaiannya.
Makna yang terkandung dalam
sajak “ Tuhan Telah Menegurmu” tersebut adalah ajakan dan peringatan kembali ke
jalan Allah. Tuhan telah menegurmu, Tuhan telah menegurmu, Tuhan telah
menegurmu, berkali-kali penulis mengatakan kalimat itu, seolah mengingatkan
atau memperingatkan dengan gencarnya kepada saudara-saudaranya sesama umat Tuhan
(muslim), menyadarkan mereka yang lalai. Sedang di dalam sajak tersebut
tertulis ajakan bersedekah kepada anak-anak yang kelaparan atau dalam arti luas
orang yang lebih membutuhkan, ajakan untuk menjalankan shalat wajib, dan peka
terhadap bencana di bumi ini dengan mengingat kembali dan menyesali segala dosa
kita dengan tindakan kembali ke jalan benar untuk menjadi insan yang lebih baik
lagi dari sebelumnya.
Perintah yang ditujukan kepada para khalifah Allah yaitu; macam pertama
ditujukan kepada para Khalifah dalam segala bidang kehidupan masyarakat. Seruan
yang bersifat umum itu biasanya berbunyi: wahai umat manusia atau wahai
orang-orang yang beriman atau beramal saleh. Adapun yang ke dua, yaitu seruan
atau perintah yang ditujukan kepada para Khalifah dalam bidang khusus, salah
satunya sastrawan. Salah satu ayatnya; apakah anda tidak cakap mempergunakan
akal dan pikiran? Ditujukan kepada ahli pikir/ ilmiawan; apakah anda tidak
merasa atau wahai orang-orang yang berhati lembut! Ditujukan kepada budayawan,
termasuk sastrawan.
Untuk para penulis awal atau
penyair yang belum mengetahui fitrahnya sebagai sastrawan di jalan Allah dapat
memahami beberapa ayat Al Qur’an tersebut di dalam makalah: dalam surat Al Baqarah 34, Al A’raf 13-17 dan
Al Isra’ 63-65, manusia secara umum dibagi dalam dua kelompok; pengikut Adam
dan pengikut iblis, maka Surat Asy Syu’ara ayat 224-227 dengan tegas membagi
para sastrawan sebagai Khalifah Allah
dalam bidang seni budaya ke dalam dua kelompok, yaitu sastrawan beriman dan beramal saleh, dan sastrawan kafir maupun
munafik.dan mengamalkannya sebagai mana di tugaskan oleh Allah. Menjadi penyair
atau sastrawan kini adalah sebuah pilihan, hendak mengikuti jalan yang baik
yaitu sastrawan yang beramal saleh dengan menjadikan karya sastra sebagai media
berkarya semata-mata karena Allah, atau menjadi sastrawan buruk yang menulis
atau berkarya di jalan sesat dengan membangkang Tuhan, membolak-balikkan
keadaan, memainkan kata-kata untuk memberi pengaruh buruk, maupun berbahasa
yang tidak senonoh.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI, Al
Qur’an Dan Terjemahannya.
Danakarya: Surabaya, 2004.
Hasjmy,
A. Apa Tugas
Sastrawan Sebagai Khalifah Allah. Surabaya: PT Bina Ilmu,
1984.
Keraf,
Gorys. Komposisi.
Flores: Nusa Indah, 2004.
Pradopo,
Rachmat Djoko. Pengkajian Puisi. Yogyakarta:
Gajah Mada University Press, 2009.
Setiawan, Ebta. Kamus Besar Bahasa Indonesia,
offline versi 1.1 freeware © 2010
Suryadi,
Linus. Antologi Puisi
Indonesia Modern Tonggak 2. Jakarta: PT Gramedia, 1987.
Wachid
BS, Abdul. Analisis Struktural Semiotik. Yogyakarta:
Cinta Buku, 2010.
Waluyo, Herman J. Teori Dan
Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga, 1987.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar